Rabu, 03 November 2010

8 Acuan Memilih Rumah Untuk Investasi

TURUNNYA tingkat bunga deposito dibawah 10 persen, membuat para deposan mengalihkan investasinya ke properti, begitu juga turunnya tingkat bunga KPR membuat para calon pembeli rumah melangsungkan niatnya melakukan transaksi pembelian rumah yang telah diminati sebelumnya.

MEMBELI rumah bukan lagi sekadar sebagai tempat berteduh bagi keluarga Kota Metropolitan Jakarta, tetapi diharapkan dapat memberikan capital gain yang besar. Demikian juga membeli ruko bukan untuk membuka usaha, melainkan mengharapkan capital gain atau uang kontrakan. Demikian juga apartemen. Sekarang ini sudah menjadi tren tempat investasi jangka panjang bagi pemilik uang, selain dollar, emas, rumah, ruko, dan apartemen.

Selain dapat pula dipergunakan untuk anaknya beberapa tahun kemudian, tetapi pada saat ini dapat dikontrakan dan mendapat capital gain yang besar ketika hendak dijual. Hal ini dapat kita lihat di sejumlah perumahan, banyak tanah yang bertuan tetapi belum dibangun, serta rumah-rumah yang telah jadi belum berpenghuni, terutama di daerah pinggiran Jakarta. Ruko-ruko yang telah selesai dibangun belum dibuka usahanya dan unit apartemen yang masih banyak kosong belum dihuni. Properti praktis menjadi salah satu media investasi, baik dibayar tunai maupun secara kredit pemilikan rumah.

Berinvestasi di sektor perumahan lebih banyak dilakukan dibandingkan dengan ruko dan apartemen oleh para investor. Selain pembangunan ruko lebih sedikit dan kebutuhannya tidak sebanyak rumah. Pembangunan ruko lebih banyak di kawasan perumahan yang banyak dihuni warga Tionghoa, terutama yang berasal dari daerah luar Jawa. Mereka pada umumnya banyak tinggal dan berusaha dalam satu tempat yang sama, terbawa ke Jakarta.

Ini berarti berinvestasi di ruko lebih cenderung melihat penghuni dari lingkungannya. Adapun apartemen lebih banyak dihuni para eksekutif dari institusi internasional. Maka pembeli apartemen melihat lokasi yang disenangi oleh para ekspat dari luar negeri, yaitu di lokasi Jakarta Pusat dekat pusat bisnis, dan Jakarta Selatan dekat fasilitas umum dan sosial bagi para keluarga ekspat. Faktor yang sering dilupakan adalah siapa pengelola apartemen tersebut, akan mempengaruhi kenyamanan dan keamanan lingkungannya.

Tidak demikian dengan investasi rumah. Banyaknya pembangunan kawasan perumahan di Jabotabek dengan beberapa pengembang, luas lahan yang berbeda, visi dari pemilik yang berbeda pula, sehingga memberi banyak penawaran bagi calon investor memilih lokasi sebagai media investasinya.

ADA beberapa tips yang dapat menjadi acuan dalam memilih rumah sebagai media investasi, yaitu:

1. Pembangunan pusat bisnis, pusat perbelanjaan atau sekolah dapat ikut mempercepat kenaikan harga rumah di sekitarnya. Kelapa Gading Permai yang dibangun oleh Sumarecon, terletak di Jakarta Utara berbatasan dengan Pulo Mas sebagai perumahan elite di Jakarta Timur, sejak dibangunnya Kelapa Gading Mal dengan Sogo Departement Store dan super market buka di sana, serta didukung oleh makro, goro, dan ruko-ruko yang membuka usaha seperti bank, restoran, dan jasa lainnya untuk melayani penghuni rumah di sana, dapat mengangkat rumah sampai beberapa kali lipat.

Pada tahun 1990 harga rumah yang berukuran 120 meter per segi seharga 60 juta, pada tahun 1997 sudah 500 juta. Begitu juga perbedaan harga rumah yang signifikan antara rumah yang ukuran sama di BSD, Lipo Karawaci, dan Gading Serpong, sama-sama mempunyai lapangan golf dan berlokasi di Tangerang. Harga rumah lebih tinggi di Lippo karena adanya Supermal dan gedung-gedung perkantoran.

2. Luas lahan yang telah dikuasai dan rencana lahan yang akan dikembangkan, pembangunan pusat bisnis dan belanja membutuhkan luas lahan yang besar. Untuk membangun sebuah mal atau pusat perbelanjaan yang layak, seperti Supermal Karawaci saja, membutuhkan lahan hampir 10 hektar atau 100,000 meter per segi, belum lagi fasilitas lainnya. Memilih perumahan sebagai tempat investasi harus melihat beberapa besar lahan yang telah dikuasainya. Apabila lahan yang dikuasainya sekitar 50 hektar, akan sulit bagi pengembang membangun pusat bisnis atau belanja. Apabila terlalu besar, tidak menguntungkan pula untuk investasi. Sebab, setelah berjalan beberapa tahun, pemilik rumah harus bersaing dengan pengembang. Repotnya, ketika rumah ini hendak dijual, penjual rumah ini mesti berkompetisi dengan penjual rumah yang mempunyai lokasi baik dan desain yang lebih oke.

Sebagai pedoman membeli di perumahan dengan lahan lebih dari 250 hektar sampai 500 hektar. Hal ini dapat dilihat dari harga jual rumah di Sunter di kompleks yang kurang dari 50 hektar, berbeda dengan Kelapa Gading, meskipun berlokasi lebih jauh dari pusat kota.

3. Lebar jalan masuk utama dan jalan-jalan lainnya mempengaruhi harga jual yang akan datang. Jalan masuk utama yang lebar seperti boulevard dengan ditanami pohon-pohon palem, begitu juga jalan-jalan lainnya, dapat dilewati mobil dengan nyaman. Faktor ini berperan mengangkat harga jual rumah. Contoh riil bisa dilihat di perumahan Puri Indah di Kembangan. Harga rumah di Blok A sangat jauh berbeda dengan harga rumah di Blok G, dengan luas tanah dan bangunan yang sama.

4. Rencana pembukaan akses masuk pada masa yang akan datang seperti adanya pembukaan tol atau akan dibangunnya jalan penghubung ke jalan utama, akan mempengaruhi harga jual saat jalan tersebut direalisasikan. Puri Indah sebelum adanya pintu tol di Meruya, harga rumah lebih rendah dibandingkan dengan Taman Kedoya dan Taman Kebon Jeruk. Sejak dibukanya pintu masuk dan keluar tol di Meruya secara tidak langsung ikut menaikkan harga tanah, demikian juga perumahan Taman Aries.

5. Citra pengembang memberikan komitmen jangka panjang dalam menentukan harga jual rumah pada masa yang akan datang. Pengembang Pondok Indah sangat memperhatikan komitmen untuk terus melayani penghuni rumah di kawasannya, seperti perbaikan jalan-jalan yang rusak, pemasangan jalur telepon dan air pam, penambahan fasilitas sosial seperti sekolah yang bermutu, sangat membantu untuk mendorong kenaikan harga rumah lebih tinggi lagi. Permata Hijau dan Simpruk begitu hebatnya pada masa tahun 1980-an, karena kurangnya perhatian dari pengembang, harga jual rumah lebih tinggi di daerah Pondok Indah.

6. Banyaknya orang asing yang berdiam di sebuah lokasi, turut mengangkat harga jual rumah. Hal ini lebih bersifat bisnis. Biasanya orang asing yang menetap di Jakarta, biaya sewa rumah dibayar oleh perusahaan di mana dia bekerja dengan upah dollar. Semakin tinggi posisi pekerja asing tersebut, semakin besar biaya sewa yang dikeluarkan oleh perusahaannya. Rumah yang disewapun dengan lahan yang luas dan semua fasilitas tersedia, seperti kolah renang. Semakin tinggi harga sewa rumah, semakin mahal harga rumah yang ditawarkan. Pada saat ini, banyaknya perusahaan multi nasional yang mengurangi usahanya di Indonesia, berarti kurangnya pekerja asing yang menetap di Jakarta, dengan sendirinya berkurang rumah yang disewakan, berarti harga rumah di sana mulai turun lagi.

7. Perbandingan penjualan lahan kosong dan rumah siap pakai. Apabila yang dijual dalam bentuk tanah kosong, maka harga jual pada masa yang akan datang lebih lama diharapkan naik, dibandingkan menjual dalam bentuk rumah siap huni. Semakin ramai kawasan tersebut dihuni oleh pemiliknya, semakin cepat harga rumah tersebut naik. Banyaknya tanah-tanah kosong dan rumah yang tidak berpenghuni memberi kesan sepi dan seram.

8. Luas tanah dan bangunan untuk investasi harus menyesuaikan penghuni dari lingkungan perumahan tersebut. Setiap kawasan mempunyai luas favorit bagi yang akan tinggal di sana. Jangan berinvestasi luas tanah/bangunan yang luasnya jauh melebihi luas rumah di sekelilingnya.

Biasanya harga tanah atau rumah tidak dapat setinggi harga yang berlokasi di daerah yang berluas sama. Begitu juga jangan berinvestasi di tanah berlokasi tusuk sate (kecuali untuk usaha), lebih lebar depan daripada belakang, dekat dengan pasar, tempat ibadah, jalan utama yang dilalui kendaraan umum (bus, metromini dll).

Faktor-faktor tersebut adalah faktor yang lebih bersifat eksternal, sehingga bagi penghuni atau pemilik rumah tidak dapat berperan dalam mempengaruhi kenaikan harga tanah/rumah. Pemilik dapat turut berperan menaikkan harga rumahnya apabila dalam kompleks perumahan yang bersistem kluster dapat diajak bersama-sama memperbaiki lingkungan lebih baik, seperti sistem keamanan yang lebih terkendali, kebersihan jalan, taman, kebersihan selokan dari sampah-sampah rumah, pohon- pohon dapat terjaga dengan baik, taman-taman yang ada terawat dengan baik, dan kanstin di depan rumah dirawat ditanami pohon-pohon yang rindang, bukan sebagai tumbuhnya rumput liar.

Hal-hal ini masih dapat dikendalikan oleh para penghuni rumah. Sebagai contoh kawasan Menteng sampai sekarang masih tetap diminati oleh para pengusaha besar. Pilihan ini dilakukan bukan hanya karena Menteng berlokasi dekat dengan segi tiga emas atau pusat bisnis Kota Metropolitan Jakarta, tetapi masih tetap terawatnya lingkungan yang asri dengan pohon-pohon besar yang rindang dan aspal jalan yang selalu licin. Jalan-jalan di sekitarnya cukup lebar untuk dua lajur mobil. Tidak demikian dengan daerah yang dekat dengan segi tiga emas, seperti di daerah Bendungan Hilir atau Kebon Kacang. Daerah Menteng atau daerah perumahan yang baik, di mana pengembang sudah tidak mempunyai lahan yang dapat dijual, dengan otomatis hukum permintaan dan penawaran berjalan, calon pembeli sangat berminat di daerah tersebut, penjual mulai memasang harga sesuka mereka.

Jadi, tidak perlu heran kalau harga tanah di Menteng ada yang menawarkan sampai Rp 15 juta per meternya, begitu pula di Pondok Indah bisa ditawar Rp 7,5 juta, dan Puri Indah ditawarkan Rp 5 juta. Sebelum membeli rumah atau tanah sebagai investasi maupun tempat tinggal, alangkah baiknya jika kita melihat lokasinya untuk mendapat capital gain yang lebih tinggi dari bunga deposito.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar