Selagi masih kuliah di jurusan arsitektur Universitas Diponegoro Semarang, Setyo Maharso (50) sudah nyambi menjadi konsultan arsitek dan kontraktor. Profesi itu berlanjut sampai ia menyelesaikan kuliah. Tapi, tidak lama kemudian ia pindah menjadi developer. Mula-mula membangun perumahan PNS, sebelum meluas ke proyek rumah sederhana, real estate, apartemen dan properti komersial.
Perusahaan kontraktor itu sendiri tetap beroperasi. Hanya, ia duduk sebagai komisaris, tidak aktif lagi dalam operasional sehari-hari. Menurut Direktur Operasi PT Cakra Sarana Persada (Cakra Group) ini, profesi developer lebih menantang ketimbang kontraktor. Organisasinya juga solid. Jarang terdengar ada pertengkaran antar developer.
“Soalnya developer itu menciptakan, bukan mengerjakan proyek seperti kontraktor. Masing-masing punya segmen sendiri. Jadi, tak ada persaingan langsung,” katanya. Ia menolak developer dituding merusak lingkungan. “Itu tergantung bagaimana pemerintah mengatur melalui tata ruang,” ujarnya. Ia mencontohkan East Park, proyek apartemen bersubsidi dan nonsubsidi yang dikembangkan Cakra Group di Jakarta Timur.
“Hanya dua kali bolak-balik ke TPA (Tim Penilai Arsitektur DKI Jakarta), langsung disetujui, karena prolingkungan,” katanya. Setyo sendiri menjadi developer setelah berkenalan dengan Nugroho Suksmanto, kakak kelasnya di SMA Semarang yang lebih dulu menjadi developer di Jakarta di bawah bendera Cakra Group. “Dia mentor saya sampai saya bisa seperti sekarang,” tukasnya.
Bisnis
Mula-mula ia sebagai profesional di perusahaan itu, kemudian menjadi salah satu direktur, sebelum akhirnya (sejak tahun 2000) sebagai salah satu pemegang saham sekaligus direktur operasi. Selama di Cakra Group sudah banyak proyek yang ditanganinya, baik sendiri maupun bekerjasama dengan developer lain. Kebanyakan di Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek).
Sebutlah Harapan Baru Regency dan Graha Harapan (Bekasi), Taman Bunga dan Harapan Baru (Cibubur-Jakarta Timur), Wisma Harapan (Tangerang) dan Cimanggis (Depok), Jatinegara Baru dan Jatinegara Indah, apartemen terpadu East Park (ketiganya di Jakarta Timur), Krakatau Hijau dan Puri Cilegon (melalui PT Laguna Cipta Grya Tbk), proyek properti di Cirebon, Bandung, dan Surabaya, serta beberapa proyek on progress di Cibubur, Jl Bango dan Jl Buncit (Jakarta Selatan).
Beberapa tahun belakangan bisnis Cakra Group meluas ke bidang jasa dan tambang batubara. Total hingga saat ini Setyo menjadi direktur dan komisaris di 16 perusahaan yang bergerak di bidang properti, konstruksi, jasa, dan pertambangan.
Organisasi
Ia juga aktif berorganisasi, baik di asosiasi profesi maupun nonprofesi. Sejak 2005 ia menjadi sekretaris di dua organisasi: Sekretaris DPD REI DKI Jakarta dan Sekretaris Jenderal Ikatan Alumni Universitas Diponegoro (Ika Undip). “Jadi, saya atasannya Hendarman Supandji (Jaksa Agung, Red), karena beliau Ketua Ika Undip Jakarta,” katanya berkelakar.
Menurutnya, harus ada simbiosis mutualistis (hubungan yang saling menguntungkan) antara bisnis dan organisasi. “Keduanya mesti berjalan seiring. Kalau proyek tidak jalan, ngapain berorganisasi,” ujarnya. Meskipun demikian ia tidak tertarik menjadi politisi seperti dilakoni banyak anggota REI.
Terkait dengan organisasi profesi, pada 22 – 23 Juli 2008 DPD REI DKI menggelar musyawarah daerah (musda) dengan agenda memilih ketua baru. Ia melihat hal itu sebagai momentum berkiprah lebih dalam di REI. “Saya akan maju menjadi ketua kalau anggota menghendaki,” katanya. Ia memenuhi syarat mencalonkan diri karena sudah duduk di jajaran direksi dan punya komitmen penuh mengurus organisasi.
“Saya sudah 12 tahun aktif di REI DKI,” ujar ayah satu anak yang kuliah di Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB itu. Beberapa agenda akan diusung Setyo bila menjadi ketua. Pertama, membangun sinergi yang lebih baik dengan Pemprov DKI, terutama soal tata ruang. “Kita akan beri masukan supaya developer tidak dituding merusak lingkungan,” katanya.
Juga dengan pemerintah daerah yang berbatasan dengan Jakarta (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Banten, dan Jawa Barat). “Fokusnya juga tata ruang, karena proyek anggota kita umumnya di daerah-daerah itu,” ungkapnya. Ia berpendapat, perlu satu kesatuan kebijakan antara Jakarta dan daerah sekitarnya. Kalau tidak kebijakan di Jakarta akan percuma karena tidak match dengan daerah di sekitarnya.
Kualitas anggota
Kebijakan mengenai tata ruang itu juga dibutuhkan agar developer bisa lebih fokus berbisnis. Misalnya, soal program pembangunan rumah susun sederhana hak milik (rusunami). Di Jakarta layak dibangun karena tanah sudah sangat terbatas. Tapi, di Tangerang dan Bekasi belum tentu karena tanah masih banyak dan harganya masih relatif terjangkau.
“Karena itu untuk daerah suburban fokusnya mungkin jaringan infrastruktur dan transportasi publik,” katanya. Developer anggota REI DKI pasti mau diajak berperan membiayainya. Tapi, pengaturannya harus melalui tata ruang. Tidak dengan meminta mereka urunan karena developer adalah pebisnis. “Dengan tata ruang kita bisa mengkalkulasi kontribusi secara bisnis,” jelas pria yang beristri seorang dosen itu.
Kedua, meningkatkan kualitas anggota baik dalam berbisnis maupun dalam berhubungan dengan pihak eksternal, termasuk mencari dukungan pembiayaan. Misalnya, dengan mengupayakan agar developer besar mau berbagi pengalaman bisnis dengan developer kecil. Bahkan, pada areal tertentu developer besar bisa membagi pekerjaan kepada developer kecil secara bisnis.
Potensi ke arah itu besar, karena 35 persen dari 340 anggota REI DKI adalah developer besar. Semuanya merasa REI tetap penting sebagai organisasi yang bisa memperjuangkan aspirasi anggotanya. “Developer besar kan tidak bisa memperjuangkan sendiri aspirasinya. Melalui organisasi akan lebih efektif,” katanya.
Diadakan juga pelatihan bisnis properti, baik untuk developer maupun profesionalnya agar mereka lebih lincah mencari peluang bisnis dan dukungan modal. “Saya ingin REI DKI menjadi organisasi yang kuat dan disegani, sehingga kalau berhubungan dengan institusi lain enak. REI juga harus menjadi rumah bagi anggota dan fasilitator berbagai persoalan mereka,” katanya.
Setyo mempunyai modal menjalankan agenda itu, karena Cakra Group memiliki hubungan baik dengan Pemprov DKI. Proyek real estate Jatinegara Baru, Jatinegara Indah, dan East Park misalnya, dikembangkan bekerjasama dengan Pemprov dan BUMD DKI. Saat ini ia juga anggota Komite Evaluasi Lingkungan Kota (KELK) DKI, Ketua Tim Evaluasi & Pengendali Banjir REI DKI-Jabar-Banten.
Sangat Sabar Di Rumah Susun
Cakra Group termasuk pelopor pembangunan rusunami di Jakarta. Hanya, developer belum mau mempublikasikan proyeknya sebelum perizinannya beres. “Jadi, kita terkesan ketinggalan dari developer lain,” kata Setyo. Sebab itu selain soal tata ruang ia juga concern terhadap program pembangunan 1.000 menara rusunami.
Ia mendukung program itu tapi sejumlah persoalan teknis perlu dipikirkan agar rusunami bisa aman dan nyaman dihuni. Misalnya, soal jumlah lantai, apakah betul masih layak kalau lebih dari 16 lantai. “Menurut saya tinggi rusunami yang ideal itu 12 atau maksimal 16 lantai. East Park kan hanya 12 lantai,” katanya. Lebih dari itu ada banyak hal yang perlu disediakan. Misalnya, lift dan sistem pemadam kebakaran.
Jumlah dan kapasitas lift misalnya, harus cukup sesuai dengan jumlah penghuni di setiap lantai. Penempatannya juga harus tepat. “Kalau tidak penghuni terlalu lama menunggu untuk bisa pakai lift, karena lantainya 24, sementara jumlah unit di setiap lantai 40 – 50, dan liftnya hanya dua. Jadi, yang bisa tinggal di rumah susun hanya orang yang sangat sabar,” katanya.
Developer bisa saja menyediakan lebih banyak lift. Tapi, harga rusunami menjadi tinggi. Service charge yang ditanggung penghuni juga menjadi mahal. Apa penghuni rusunami bisa memenuhinya? Sebaliknya, pada rusunami 12 lantai bisa diatur: yang full menggunakan lift hanya penghuni lantai 6 – 12. Sedangkan penghuni lantai 1 – 5 hanya orang tua dan anak-anak yang mutlak memakai lift. Penghuni lain bisa lewat tangga.
Perlu juga dipikirkan regulasi mengenai kepemilikan rusunami. Apakah boleh dibeli tunai atau dibatasi hingga persentase tertentu? Apakah tidak perlu juga diperbanyak pembangunan rusun sewa selain rusunami? Ia mengakui, keberhasilan program rusunami baru bisa dilihat setelah unit mulai dihuni dua tiga tahun lagi. “Tapi, sosialisasi tetap harus segera dilakukan, agar kalangan menengah bawah terdorong membeli rusunami dan paham budaya menghuninya,” katanya.
Biodata
Nama : Setyo Maharso
Tempat & Tanggal Lahir : Semarang 4 November 1958
Pendidikan
* Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang (1986)
* Managemen Proyek di UI Jakarta (1991)
* Managemen Keuangan dan Analisis Bisnis Strategis di IPPM Jakarta (1992 dan 1993)
* Marketing Management Real Estate/ FIABCI Chicago USA (1994)
* Studi banding industri kecil Singapura (1996)
* Studi banding lingkungan industri kecil Johor (2000)
* Studi banding rumah susun murah Beijing dan Shanghai Cina (2007)
(housing-estate.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar